Kamis, 21 November 2019

Peta Jalur pelayaran antara India-Indonesia


PETA PELAYARAN INDIA - INDONESIA

Agama Hindu- Budha berasal dari India, kemudian menyebar ke Asia Timur. Asia Tenggara termasuk Indonesia. Timbul suatu pertanyaan bagaimana proses masuknya agama Hindu-Budha ke Indonesia? Dan bagaimana pengaruhnya terhadap kebudayaan Indonesia?
Indonesia sebagai negara kepulauan letaknya sangat strategis, yaitu terletak diantara dua benua (Asia dan Australia) dan dua samudra (Indonesia dan Pasifik) yang merupakan daerah persimpangan lalu lintas perdagangan dunia. Untuk lebih jelasnya, silahkan amati gambar peta jaringan perdagangan laut Asia Tenggara yang di atas. Awal abad Masehi, jalur perdagangan tidak lagi melewati jalur darat (jalur sutera) tetapi beralih kejalur laut, sehingga secara tidak langsung perdagangan antara Cina dan India melewati selat Malaka. Untuk itu Indonesia ikut berperan aktif dalam perdagangan tersebut.
Akibat hubungan dagang tersebut, maka terjadilah kontak/hubungan antara Indonesia dengan India, dan Indonesia dengan Cina. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab masuknya budaya India ataupun budaya Cina ke Indonesia.

Mengenai siapa yang membawa atau menyebarkan agama Hindu - Budha ke Indonesia, tidak dapat diketahui secara pasti, walaupun demikian para ahli memberikan pendapat tentang proses masuknya agama Hindu - Budha atau kebudayaan India ke Indonesia. Untuk penyiaran Agama Hindu ke Indonesia, terdapat beberapa pendapat/hipotesa yaitu antara lain:
Hipotesis Ksatria, diutarakan oleh Prof.Dr.Ir.J.L.Moens berpendapat bahwa yang membawa agama Hindu ke Indonesia adalah kaum ksatria atau golongan prajurit, karena adanya kekacauan politik/peperangan di India abad 4 - 5 M, maka prajurit yang kalah perang terdesak dan menyingkir ke Indonesia, bahkan diduga mendirikan kerajaan di Indonesia.[1]
Agama Hindu-Buddha merupakan dua agama besar dunia yang pertama kali berkembang di Indonesia. Kedatangan agama dan kebudayaan Hindu-Buddha sangat mempengaruhi aspek kehidupan bangsa Indonesia sehingga memunculkan terbentuknya Negara tradisional (Masa Hindu dan Buddha).


Teori tentang Masuk dan Berkembang Agama serta Kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia.

Orang India diperkirakan telah mengenal Indonesia sejak sebelum masehi. Hal itu dibuktikan dalam kitab Ramayana terdapat nama Jawadwipa (jawa berarti jawawut atau beras; dwipa berarti pulau). Di samping itu, ada lagi nama Swarnadwipa (suwarna berarti emas; dwipa berarti pulau). Tentu yang dimaksudkan Jawadwipa adalah Pulau Jawa (Karena gudangnya beras), sedangkan yang dimaksudkan Suwarnadwipa adalah Sumatera (karena banyak menghasilkan emas). Perhatian India terhadap Indonesia makin bertambah ketika pada abad ke-2 Masehi, India kekurangan persediaan emas. Hal itu terjadi karena berkurangnya tambang-tambang emas yang ada di India serta terganggunya jalur darat yang membawa emas dari Asia Tengah. Bangsa Yunani-Romawi membayar rempah-rempah serta barang-barang lainnya dari India dengan emas dan perak. Perhiasan manik-manik dari kaca dan batu sebagai barang perdagangan India kemungkinan telah sampai di Indonesia pada abad akhir sebelum Masehi. Hubungan India-Indonesia makin lama makin ramai sehingga melahirkan pusat perdagangan dan pelabuhan di berbagai daerah pantai di Nusantara. Pada abad ke-5 berkembang pusat perdagangan di Sumatera bagian tengah, menyusul Sriwijaya, Gresik, Tuban, dan Jepara. 

PELAYARAN DAN PERDAGANGAN PADA AWAL MASEHI





Pusat-pusat integrasi Nusantara berlangsung melalui penguasaan laut. Pusat-pusat integrasi itu selanjutnya ditentukan oleh keahlian dan kepedulian terhadap laut, sehingga terjadi perkembangan baru, setidaknya dalam dua hal, yaitu (i) pertumbuhan jalur perdagangan yang melewati lokasi-lokasi strategis di pinggir pantai, dan (ii) kemampuan mengendalikan (kontrol) politik dan militer para penguasa tradisional (raja-raja) dalam menguasai jalur utama dan pusat-pusat perdagangan di Nusantara.  Jadi, prasyarat untuk dapat menguasai jalur dan pusat perdagangan ditentukan oleh dua hal penting yaitu perhatian atau cara pandang, dan kemampuan menguasai lautan. Jalur-jalur perdagangan yang berkembang di Nusantara sangat ditentukan oleh kepentingan ekonomi pada saat itu dan perkembangan rute perdagangan dalam setiap masa yang berbeda-beda.[2]
 Bagaimanapun, peralihan rute perdagangan dunia ini telah membawa berkah tersendiri bagi masyarakat dan suku bangsa di Nusantara.  Mereka secara langsung terintegrasi ke dalam jaringan perdagangan dunia pada masa itu. Selat Malaka menjadi penting sebagai pintu gerbang yang menghubungkan antara pedagang-pedagang Cina dan pedagang-pedagang India. Pada masa itu, Selat Malaka merupakan jalur penting dalam pelayaran dan perdagangan bagi pedagang yang melintasi bandar-bandar penting di sekitar Samudra Indonesia dan Teluk Persia. Selat itu merupakan jalan laut yang menghubungkan Arab dan India di sebelah barat laut Nusantara, dan dengan Cina di sebelah timur laut Nusantara.[3]
Melalui Jalur laut.
Para penyebar agama dan budaya Hindu – Buddha yang menggunakan jalur laut datang  ke Indonesia mengikuti rombongan kapal-kapal para dagang yang biasa beraktivitas pada jalur India-Cina. Rute perjalanan para penyebar agama dan budaya Hindu Buddha, yaitu dari India menuju myamar, Thailand, semenanjung Malaya, kemudian ke Nusantara. Sementara itu, dari semenanjung Malaya ada yang terus ke Kamboja, Vietnam, cina, korea dan jepang. Di antara mereka ada yang lansung dari india menuju Indonesia dengan memanfaatkan bertiupnya angin muson barat.

Melalui jalur darat.
Para penyebar agama dan budaya Hindu – Buddha yang menggunakan jalur darat mengikuti para pedagang melalui jalan sutra, dari India ke Tibet terus ke utara sampai dengan cina, korea, dan jepang. Ada juga yang melakukan perjalanan dari India utara menuju Banglades, myamar, Thailand, semenanjung Malaya kemudian berlayar menuju Indonesia.

Dalam berdagang, pedagang-pedagang Indonesia juga aktif mendatangi pelabuhan-pelabuhan dagang di negeri lain, seperti India dan Cina. Bahkan pada awal tahun 1 Masehi pelaut-pelaut Indonesia sudah berdagang ke Roma (Romawi) melewati India atau Cina dengan membawa rempah-rempah. Orang-orang Roma gemar atau suka rempah, terutama digunakan untuk :
      1    Pengawetan .
      2     Upacara agama.
3.      Bumbu masak (masakan bangsawan Roma).
Hubungan dagang antara Cina dan Negara-negara di kawasan Asia Tenggara, Asia Selatan (India), Timur Tengah, dan Eropa sebenarnya telah dimulai sejak awal tahun Masehi. Jalur perdagangan di Asia itu pada awalnya melalui daratan yang disebut Jalan Sutra. Disebut Jalan Sutra karena barang utama yang diperdagangkan pada masa itu adalah sutra dari Cina yang terkenal sangat halus. Pada awalnya, Jalan Sutra ini melalui Asia bagian utara. Namun, jalur utara dirasakan kurang aman karena gangguan perampok dan kondis alam sehingga dialhikan ke jalur tengah. Jalur tengah meliputi Cina, India, Persia, Mesopotamia, sampai ke Mediterania. Karena biayanya dirasa mahal dan keamanan tetap tidak terjamin, jalur perdagangan dialihkan lewat laut. Jalur perdagangan yang melewati laut menyusuri wilayah Indonesia Selat Malaka, Laut Jawa, Selat Makassar, dan Selat Sunda.
Bersamaan dengan berkembangnya hubungan dagang, masuk pula kebudayaan India ke Indonesia. Proses masuknya pengaruh kebudayaan India pada umumnya disebut indianisasi (Hindu-Buddha) oleh para ahli sejarah.
Pada dasarnya para ahli sejarah membuat dua kemungkinan tentang proses masuk dan berkembangnya kebudayaan India ke Indonesia.
1)      Bangsa Indonesia Bersikap Pasif.
Teori ini memberi pengertian bahwa bangsa Indonesia hanya sekedar menerima kebudayaan India yang datang ke Indonesia. Pendapat yang mendukung teori ini cenderung melihat bahwa telah terjadi kolonisasi, baik secara langsung maupun tidak langsung dari bangsa India terhadap bangsa Indonesia. Oleh karena itu, diduga kebudayaan India yang berkembang di Indonesia mempunyai sifat dan bentuk seperti di negeri asal.
2)      Bangsa Indonesia Bersikap Aktif.
Teori ini memberi pengertian bahwa bangsa Indonesia sendiri yang berperan aktif mencari tahu dan mengembangkan kebudayaan India. Hal itu dimungkinkan karena kemampuan bangsa Indonesia yang dapat mempengaruhi samudera dengan perahu sederhana dapat mencapai India. Bangsa Indonesia tertarik dengan keteraturan dan keunggulan peradaban India sehingga berkeinginan menirunya. Salah satu caranya adalah bangsa Indonesia mengundang para brahmana India ke Indonesia untuk memperkenalkan kebudayaannya. 
Para ahli sejarah juga telah membuat beberapa kemungkinan tentang para pembawa dan pengembang kebudayaan India dan Indonesia. Terdapat tiga teori tentang pembawa dan pengimbang kebudayaan di Indonesia.
1.      Teori Ksatria (Pendapat F.D.K. Bosh).
Teori Ksatria menyatakan bahwa masuknya kebudayaan India ke Indonesia disebabkan adanya proses kolonisasi di wilayah India oleh orang-orang India. Raja-raja beserta prajurit India datang menyerang dan mengalahkan kelompok-kelompok masyarakat yang ada di Indonesia. Wilayah koloni-koloni itulah yang menjadi pusat penyebaran kebudayaan India. Salah satu bukti tentang teori ksatria adalah munculnya kerajaan-kerajaan di Indonesia.
2.      Teori Waisya (Pendapat N.J. Krom).
Teori Waisya menyatakan bahwa masuknya kebudayaan India ke Indonesia dibawa dan disebarkan oleh para pedagang India yang singgah di Bandar-bandar Indonesia. Para pedagang India yang singgah di Bandar-bandar Indonesia sambil menunggu arah angin yang tepat untuk melanjutkan perjalanan ada yang menetap di Indonesia. Mereka ada yang menetap sementara dan ada pula yang menetap untuk selamanya. Mereka menetap selamanya karena karena telah menikah dengan wanita Indonesa. Dari perkawinan inilah makin memudahkan proses penyebaran kebudayaan India. Proses penyebaran kebudayan juga makin lancar apabila para pedagang India itu dekat dengan penguasa lokal.
3.      Teori Brahmana (Pendapat J.C. Van Leur).
Teori Brahmana menyatakan bahwa masuknya kebudayaan India ke Indonesia dibawa oleh para Brahmana. Berdasarkan teori ini, para brahmana India itu datang ke Indonesia atas undangan para penguasa lokal di Indonesia. Dengan demikian, kebudayaan India yang berkembang di Indonesia adalah budaya golongan Brahmana.
Dari beberapa teori pembawa pengaruh kebudayaan India ke Indonesia, teori Brahmana agaknya memiliki dasar kuat. Alasan yang dikemukakan para pendukung teori brahmana dalam menyangkal teori lainnya, antara lain sebagai berikut :
Ø  Tidak ada bukti yang mendukung bahwa prajurit dan ksatria India mengadakan penguasaan wilayah (kolonisasi) di Indonesia.
Ø  Kemungkinan pembawa kebudayaan India ke Indonesia adalah para pedagang sesungguhnya juga kurang tepat. Alasannya, pedagang yang datang ke Indonesia adalah para pedagang keliling yang berasal dari kalangan biasa. Padahal, sifat kebudayaan India yang berkembang di Indonesia adalah kebudayaan tinggi. Alasannya lainnya, hubungan pedagang India dengan penguasa lokal di Nusantara hanyalah masalah perdagangan. Dengan demikian, mustahil para pedagang tersebut mempunyai pandangan tentang tata Negara dan hal keagamaan.
Ø  Pengaruh keagamaan dari India yang datang ke Indonesia salah satunya adalah agama Hindu. Padahal, agama Hindu pada awalnya bukanlah agama untuk umum. Artinya, pendalaman agama tersebut hanya dapat dilakukan oleh kaum brahmana. Merekalah yang dibenarkan mendalami kitab-kitab suci. Pada praktiknya, di dalam agama Hindu lahir beberapa aliran. Adapun sekte agama Hindu yang besar pengaruhnya di Jawa dan Bali adalah Saiva-Siddharta. 
Bersamaan dengan masuknya agama Hindu di Indonesia, masuk pula agama dan kebudayaan Buddha. Berita tentang masuknya agama Buddha di Indonesia bersumber dari keterangan seorang Cina bernama Fa Hien. Dari India, Fa Hien berlayar pulang ke Cina. Pada saat melewati Nusantara, kapalnya mengalami kerusakan akibat angin topan. Fa Hien terpaksa singgah di Yepoti (Jawadwipa). Fa Hien mengatakan bahwa di Ye-po-ti banyak dijumpai berhala dan kaum brahmana, sedangkan agama Buddha hampir tidak ada. Hal itu berarti pada awal abad ke-5 agama Buddha belum masuk ke Jawa.
Pada abad ke-7 di Indonesia terdapat prasasti bersifat Buddha yang dibuat oleh raja-raja Sriwijaya. Hal itu menunjukkan bahwa pada abad ke-7 M agama Buddha masuk di Indonesia. Mula-mula yang berkembang adalah aliran Buddha Hinayana. Karena tidak cocok dengan kehidupan perdagangan dan paham animism yang berkembang di Sriwijaya, akhirnya berkembang aliran Buddha Mahayana.
Masuknya kebudayaan India menjadikan bangsa Indonesia mulai mengenai tulisan dengan huruf Pallawa dan bahasa Sanskerta. Dengan demikian, bangsa Indonesia mulai memasuki zaman Sejarah, yaitu suatu periode atau pembabakan waktu ketika manusia mulai mengenal tulisan dan meninggalkan keterangan tertulis yang sezaman. Peninggalan tertulis itu dapat berupa prasasti (tulisan yang dipahatkan pada batu), tulisan pada daun lontar, ataupun dokumen lainnya. Setelah bangsa Indonesia mengenal huruf Pallawa dan bahasa Sanskerta, pertumbuhan dan  perkembangan masyarakat serta kebudayaannya makin cepat. Struktur masyarakat mulai berkembang lebih teratur dan terorganisasi. Masyarakat yang sebelumnya hanya merupakan kelompok-kelompok sosial yang dipimpin oleh kepala suku mulai mengenal sistem pemerintahan dalam bentuk kerajaan yang bercorak Hindu ataupun Buddha.[4]













Tidak ada komentar:

Posting Komentar